Rabu, 20 Oktober 2010

Evaluasi lingkungan tapak untuk properti komersial

MASTAN bekerjasama dengan BSN dan ASTM menyelenggarakan pelatihan dengan judul "Technical and professional training on environment assessment". Pelatihan ini membahas materi utama yaitu standar ASTM no. E1527-05 "Standard Practice for Environmental Site Assessments: Phase I Environmental Site Assessment Process" dan E1903-97 "Standard Guide for Environmental Site Assessments: Phase I Environmental Site Assessment Process". Pelatihan ini diberikan oleh instruktur dari Expert ASTM, Nicholas Albergo (nalbergo@hsa-env.com) dari tanggal 12 s/d 14 Oktober 2010. Peserta yang hadir sangat beragam, dari instansi pemerintah (KLH, BATAN, PU, LIPI), Universitas, dan perusahaan swasta (pertambangan, konsultan, produsen, dll) sebanyak 40 orang.

Garis besar dari standar evaluasi lingkungan adalah sebagai berikut:

Evaluasi lingkungan tapak dibagi menjadi dua fase, yaitu fase I environmental site assessment berupa visual inspection dan document reviews, dan fase II merupakan proses sampling, uji dan pengukuran.

Standar ini diberlakukan terutama pada saat jual beli lahan atau bangunan komersial, dengan tujuan menilai resiko lingkungan pada masa lalu dan masa kini, sesuai dengan operasi atau pemanfaatan properti tersebut.

Evaluasi ini dilakukan oleh Environment Professionals (Ahli Lingkungan), namun tidak menerapkan sertifikasi. Prinsip penilaiannya adalah menentukan besarnya resiko lingkungan kemudian menentukan pihak mana yang harus menanggung resiko tersebut, termasuk oleh pemerintah. Oleh karena itu, dalam standar ini diatur juga mengenai sistem Dana Abadi, yang berasal dari pajak atas kegiatan industri yang beresiko lingkungan. Hal ini berbeda dengan sistem asuransi, karena tidak tergantung pada besar-kecilnya aset, atau besar kecilnya resiko.

Misalnya, suatu kegiatan industri melibatkan 3 perusahaan. Bisa jadi yang membayar adalah perusahaan yang beraset terbesar, meskipun penyebabnya adalah perusahaan yang lebih kecil ("kita tidak bisa memeras air dari sebongkah batu"). Bahkan bank penjamin – pun bisa dituntut untuk ikut bertanggung jawab.

Penilaian lingkungan dilakukan terhadap properti yang akan dijual, dilihat dari sisi kontaminasi, baik dari properti itu sendiri maupun dari properti dan lingkungan sekitarnya. Penilaian melibatkan data dari properti terkait, dari pihak asuransi, bahkan data dari pemerintah daerah (mis. IMB, RUTR, RUTK, dll).

Kontaminasi secara umum dibagi dua, yaitu bahan berbahaya (hazardous substances) dan bahan minyak (petroleum products). Untuk BATAN, kontaminasi bisa berasal dari zat radioaktif (radioactive materials).

Standar ini juga menyediakan format angket yang bisa digunakan oleh pemilik, pengguna, atau ahli lingkungan, dengan istilah "transaction screen questionnaire". Fase II membutuhkan jasa lab uji, sehingga perlu dipersiapkan semacam "menu" yang berisi daftar lab uji beserta metode uji, jenis material dan jangkauan ukurnya.

Workshop SMK3 dalam sistem manajemen terintegrasi

Wokrshop ini diselenggarakan di PTNBR Bandung pada tanggal 18 Oktober 2010 dengan melibatkan seluruh unit kerja di bawah Deputi PDT, yaitu PTNBR (sebagai penyelenggara), PTKMR, PTBIN dan PTAPB, ditambah dengan peserta dari PSJMN dan Direktorat Keteknikan dan Kesiapsiagaan Nuklir-BAPETEN.

Dalam pembukaannya, Bpk Anhar selaku Deputi PDT menyampaikan bahwa workshop ini diselenggarakan sebagai bagian dari komitmen yang diambil saat lokakarya K3 di PTKMR pada bulan April yang lalu. Komitmen tersebut adalah bahwa pertemuan dalam rangka sharing pengalaman penerapan SMK3 dan status terkini terutama dibawah Deputi PDT perlu dilakukan secara terus-menerus.

Komitmen lainnya adalah bahwa Deputi PDT mengharuskan seluruh jajaran eselon II untuk mendapatkan sertifikasi SMK3 sampai dengan 2012 yang dituangkan dalam Renstra PDT. Beliau juga berpendapat bahwa berbagai sistem manajemen sah-sah saja untuk diintegrasikan, bahkan setidaknya harus ada dua sertifikasi yaitu SMM dan SMK3 pada seluruh eselon II.

Pada presentasi pertama, PTNBR menyajikan status pedoman mutu terintegrasi, yang telah menggabungkan 7 persyaratan standar. Ke tujuh persyaratan standar tersebut adalah SB 77-0001, SB 77-0003, SB 006 OHSAS 18001, SB 008 SNI 19-14001, 001/DT/SJM.4, SNI ISO 28000 dan Pedoman KNAPPP.

Pada presentasi selanjutnya, PTAPB memaparkan Pedoman Sistem Manajemen Mutu yang menggabungkan 5 standar. Ke lima standar tersebut adalah ISO 9001, GS-R-3, ISO 17025, SB 008 OHSAS 18001 dan Pedoman KNAPPP.

Untuk setiap presentasi, dilakukan tanya jawab dari para peserta ke penyaji. Terlihat dalam tanya jawab bahwa para peserta cukup memahami berbagai persyaratan yang dibicarakan, serta antusiasme mengenai perkembangan integrasi manajemen mutu.